Waspadai Bahaya KekeringanBANDUNG, Saco-Indonesia.com -
Sementara sebagian penduduk Jakarta mengutuk musibah banjir yang terjadi hampir setiap datangnya
hujan besar, penduduk di wilayah lain justeru menghadapi bahaya kekeringan. Hal ini terungkap
dalam penyampaian makalah di Sidang Kolokium Puslitbang Sumber Daya Air Kementerian
Pekerjaan Umum, Rabu (15/5/2013).
Perubahan intensitas kekeringan tersebut
menimbulkan kerentanan terhadap sektor pertanian, terutama padi dan palawija.
-- Wanny M Putuhena
Subjek mengenai kekeringan ini disampaikan oleh Wanny K.
Adidarma berdasakan makalah berjudul "Perubahan Ciri Kekeringan Pertanian di Pulau
Jawa". Makalah tersebut merupakan karyanya bersama William M. Putuhena.
Wanny
mengatakan, karakteristik musibah kekeringan jauh berbeda dengan musibah banjir. Musibah banjir
dapat diantisipasi dengan tindakan-tindakan spontan, sementara kekeringan dapat datang
perlahan-lahan tanpa mampu diantisipasi.
Inilah jenis bencana yang seringkali mengalami
overlapping dengan pemberitaan bencana banjir. Padahal, keduanya merupakan musibah
berbahaya.
"Dampak dari perubahan iklim terhadap kekeringan sudah mulai terasa di
beberapa wilayah di Indonesia. Perubahan intensitas kekeringan tersebut menimbulkan kerentanan
terhadap sektor pertanian, terutama padi dan palawija," ujar Wanny.
Untuk
membuktikan hal tersebut, Wanny melakukan penelitian di lima lokasi. Kelimanya yaitu, wilayah
Cidanau Cilisung Ciliman, wilayah Cirebon, Pemali Comal beserta Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pemali dan DAS Comal, DAS Solo Hulu, dan wilayah Kedu. Kajian dilakukan oleh Wanny dan William
itu menyiratkan bahwa jenis kekeringan pertanian mempunyai hubungan dengan dampaknya.
Kekeringan pertanian digambarkan oleh intensitas kekeringan yang pada umumnya kurang dari
220mm/bulan dan durasi kekeringan kurang dari sembilan bulan. Selama dua hingga tiga dasawarsa
terakhir, intensitas kekeringan mengalami perubahan jika dibandingkan dengan durasi kekeringan
terutama bagi tanaman padi. Kekeringan untuk padi yang terjadi pada tahun-tahun kering sifatnya
lebih merata secara ruang dibandingkan kekeringan untuk palawija.
"Kekeringan
pertanian terjadi karena kurangnya hujan bulanan, padahal kebutuhan air lebih banyak," kata
Wanny.
Perubahan ciri kekeringan pertanian terjadi dalam bentuk pergeseran tingkat
keparahan, makin besar periode ulang, artinya semakin parah. Sementara itu, setiap wilayah juga
memiliki perubahan berbeda, namun secara garis besar tingkat kekeringan semakin parah. Lewat
penelitian dan pemantauan yang dilakukan oleh Wanny dan William, tampak tren terjadinya
kekeringan di wilayah-wilayah sampel tersebut.
"Kalau kita tahu dengan pasti
intensitasnya berapa, kita bisa tahu kapan kekeringan dapat terjadi," ujarnya.
Editor :Liwon Maulana(galipat)
sumber:Kompas.com
Distibutor Kunci Pintu original |